Ada
suatu aturan tidak tertulis ketika kita berjalan bersama anak kecil atau orang
yang harus kita lindungi misalnya posisi anak kecil harus berada di sisi
sebelah dalam dari orang tua agar terlindung dari derasnya arus lalu lintas.
Begitu juga bila dilihat dari sudut teknik desain, potongan melintang jalan
raya secara berurutan hirarkinya sebagai berikut jalan untuk kendaraan besar (mobil), jalan
untuk kendaraan kecil (motor/sepeda/gerobak dll), pohon besar pelindung,
trotoar, saluran air dan pagar bangunan. Deretan hirarki ini dimaksudkan sama yaitu
agar pejalan kaki terlindungi dari derasnya arus lalu lintas, pohon besar selain
sebagai penghijauan dapat menjadi pelindung pejalan kaki dari kendaraan yang
misalnya tiba-tiba banting setir keluar dari jalannya.
UU nomor 22 tahun 2009 tentang
lalu lintas dan angkutan jalan Pasal 131 ayat 1 mengatakan bahwa “ Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa
trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain ”. Kemudian pada pasal
132 ayat 1 bagian a “pejalan Kaki
wajib menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau
Jalan yang paling tepi” Tapi nyatanya pejalan
kaki sering kali harus mengalah oleh keadaan dan kondisi trotoar yang kini
dicaplok oleh kepentingan orang/bangunan yang melanggar batas-batas ruang
publik. Paling sering kita melihat ada tiga macam kegiatan yang mencaplok
keberadaan trotoar ini yaitu kegiatan tambal ban dan perlengkapannya, gerobak
rokok dan penjualan tanaman. Pemerintah daerah sendiri sebenarnya sudah punya
aturan yang melarang segala kegiatan di trotoar biasanya melalui perda
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, lalu pertanyaannya adalah, apakah
berjalan penegakan perda tersebut di lapangan ? lalu kenapa orang asyik saja
berkegiatan di trotoar hingga bertahun-tahun ? atau mereka terlindungi karena
membayar setoran setiap bulan kepada oknum ? Sebenarnya pada saat tidak terjadi
kecelakaan ketika seseorang berjalan kaki di atas aspal jalan raya (karena trotoarnya
sudah dicaplok) bukan berarti semuanya baik-baik saja padahal yang terjadi disini
yaitu pertama pejalan kaki bertaruh
nyawanya di jalan raya, kedua pengemudi
bertaruh dijadikan tersangka karena menabrak pejalan kaki (padahal belum tentu
menjadi penyebab utama), ketiga pemerintah
daerah cuma bertaruh kewibawaannya karena tidak bisa menegakkan aturan. Coba
bandingkan siapa yang paling dirugikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar