HASIL WAWANCARA DENGAN ANGGOTA
LEGISLATIF 2012
1.
TB
RAHMATULLAH (Anggota Komisi B DPRD dari Fraksi-AIR)
EVALUASI
PROGRAM YANG SUDAH ADA
Banyak
masyarakat yang tidak tercover oleh Jamkesmas, Jampersal dan Jamkesda karena terbentur masalah persyaratan, semisal
dari domisili yang bersangkutan bukan warga Tangsel tetapi warga ber-KTP di
luar Tangsel dan tinggal di Tangsel biasanya mereka adalah para penduduk urban
yang secara ekonomi termasuk golongan masyarakat yang tidak mampu. Hingga saat
ini diketahui pemegang kartu Jamkesda berasal dari kelompok kepentingan
tertentu atau diusulkan oleh tokoh masyarakat dan aparat pada level terendah
yaitu ketua RT atau RW dan kader Posyandu yang dahulu digiring untuk
kepentingan politis guna meraih dukungan suara pada Pilkada KotaTangerang
Selatan singkatnya diberikan kartu Jamkesda asal nantinya memilih calon
tertentu. Hal ini tentu saja bias penentuannya karena dipergunakan sistem
selektif politik padahal urusan kesehatan adalah urusan wajib pemerintah kota
Tangerang Selatan dan seharusnya seluruh warga Tangsel tidak peduli dukungan
politiknya berbeda , kaya atau miskin harus dapat Jaminan Kesehatan karena
kondisi sakit bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Dapat disimpulkan
pemilihan peserta Jamkesda di Kota Tangsel selama ini tidak tepat sasaran. Oleh
karenanya perlu ada langkah-langkah terobosan.
HAMBATAN
/ MASALAH DILAPANGAN
Masyarakat
yang apatis terhadap tertib administrasi kependudukan menjadi salah satu masalah
pemerintah Kota Tangsel dalam pelaksanaan Jamkesda untuk masyarakat, selain itu
kurangnya kesadaran masyarakat serta tidak paham prosedur dan mekanisme yang berlaku
juga membuat permasalahan sendiri bagi pemerintah kota Tangsel. Dari sudut pandang
pendapat masyarakat mereka menganggap pemerintah tidak melakukan sosialisasi
yang baik sehingga masyarakat tidak paham bagaimana mengurus administrasi
kesehatan padahal masyarakatpun tidak tertib administrasi
seperti mempunyai KTP Tangsel tetapi sudah tidak berlaku lagi, lambat
memberikan data hingga tidak terdaftar dsb.
Dari
sudut pemerintah, hambatan yang ditemukan antara lain bahwa masyarakat Tangsel
memiliki pola yang instan terhadap urusan kesehatan, misalnya mereka mengurus Jamkesda
ketika dalam keadaan dibutuhkan atau masyarakat sedang menderita sakit, lalu
dengan tergesa-gesa dan terkadang tidak mengikuti peraturan yang berlaku ingin
segera memiliki Jamkesda agar mendapat biaya murah dan gratis pada rumah sakit
dimana mereka dirawat. Biasanya mereka langsung saja menuju rumah sakit yang
diinginkan setelah diterima baru kemudian mereka mengurus administrasi dan
persyaratan lainnya yang terkesan menodong pemkot dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kota Tangsel untuk segera menangani segala sesuatunya dan merepotkan semua
pihak. Kadang salah satu anggota DPRD juga diminta rekomendasinya agar
permintaan warga yang ingin mendapatkan Jamkesda secara mendadak dapat dilayani
maksimal. Pola seperti ini menjadi salah satu penyebab semakin bertambahnya
beban hutang Pemkot Tangsel kepada Rumah sakit yang menjadi mitra dalam
pelayanan Jamkesda karena terus menerus jumlah pasien Jamkesda bertambah dan
tidak sesuai dengan data yang sudah diberikan. Melihat hal ini mau tak mau DPRD
Tangsel meminta kepada Pemerintah Kota Tangsel untuk menambah anggaran Jamkesda
guna menutupi hutang yang harus ditutupi agar pelayanan Jamkesda kepada
masyarakat dapat terus dilakukan. Diketahui untuk tahun 2011 saja pemkot
mempunyai hutang sekitar Rp. 8 Miliar sementara alokasi biaya untuk
Jamkesda tahun 2012 hanya Rp. 10 Miliar
saja hingga dewan harus nanti meminta tambahan alokasi anggaran pada APBD-P
tahun 2012 guna menutupi kebutuhan tersebut. Ini sebenarnya masalah klasik yang
terus menerus terjadi. Oleh karenanya perlu adanya kesadaran yang tinggi dari
semua pihak agar dikemudian hari tidak menjadi masalah-masalah ini terjadi
lagi.
GAGASAN
LAIN
Perlunya
peningkatan pelayanan serta fasilitas kesehatan RSUD serta Puskesmas menjadi pekerjaan rumah
yang utama bagi pemerintah, hal ini perlu dilakukan untuk peningkatan pelayanan
serta menjadi stimulan bagi masyarakat untuk berobat k RSUD dan Puskesmas. Hal
ini untuk menekan tingginya angka masyarakat yang berobat ke RS diluar Tangsel seperti
RS Fatmawati, RS Cipto mangunkusumo dan RS Harapan Kita. Hal ini terjadi karena
fasilitas dan perlengkapan kesehatan yang belum komplit di RSUD Tangsel dan
Puskesmas dan selama ini masyarakat menganggap RSUD Tangsel dan semua Puskesmas
di Tangsel belum mampu menangani mereka secara maksimal dan image yang ada bahwa
di Puskesmas hanya diberikan obat murah dan pelayanan yang asal-asalan serta
jarangnya dokter yang mau hadir dan melayani.
Bukan
hanya dari sisi peralatan saja tetapi minimnya ruang RSUD untuk kelas 3 menjadi
catatan tersendiri. Kalau bisa RSUD tangsel 90%
ruanganya untuk kelas 3 hal ini dilakukan guna melayani masyarakat Tangsel
secara maksimal.
2.
Drs.
HERY SUMARDI (Ketua Fraksi P-Demokrat DPRD TANGSEL)
EVALUASI
TERHADAP PROGRAM YANG SUDAH ADA
Program
yang sedang berjalan sangat bernuansa kolusi karena kriteria atau persyaratan
bagi masyarakat yang ingin mendapatkan Jamkesmas dan Jamkesda dilakukan
selektif atau dipilih. Dalam hal kebijakan anggaran pemerintah juga dianggap
lebih memilih kebijakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur kesehatan
dibandingkan dengan peningkatan layanan kesehatan. kebijakan ini disinyalir lebih
menguntungkan bagi para pihak penyelenggara pembangunan baik pihak
ketiga/investor dan pemerintah dimana dapat terlihat unsur KKN dalam
pelaksanaannya.
Selain
itu mesti segera dirubah dari paradigma penganggaran pada sektor kesehatan
yaitu yang semula pardigma penganggarannya berbasis pada bagaimana mengobati
menjadi penganggaran yang preventif atau pencegahan. Kondisi saat ini infrastuktur sudah cukup
memadai rasio pelayanan diketahui hampir untuk tiap dua kelurahan dilayani oleh
satu Puskesmas karena terdapat 25 Puskesmas
dengan jumlah kelurahan/desa di Tangsel sebanyak 54 kelurahan.
HAMBATAN
/ MASALAH DILAPANGAN
Pendataan
yang masih lemah menjadi persoalan pemerintah untuk melayani semua masyarakat
untuk mendapatkan Jamkesmas dan Jamkesda. Oleh karenya perlu ada teroboasan
baru agar tidak lagi berbasis pada masalah atau pengklasifikasian pada masyarakat
kaya dan miskin saja. Ujung tombak pendataan harus memberikan data yang valid
agar nantinya alokasi anggaran untuk kesehatan tidak berdasarkan perhitungan
dan asumsi-asumsi yang lemah, berubah-ubah dan tidqak tepat sasaran.
Peningkatan
SDM tenaga medis dan tenaga pendukung lainnya disektor kesehatan harus
benar-benar qualified agar pelayanan dapat
dilakukan maksimal sesuai harapan supaya tindakan baik konsultasi pencegahan
penyakit, perawatan serta perawatan dan kesembuhan pasien tercapai . Ini perlu dilakukan
agar tidak menimbulkan efek jera dari masyarakat untuk berobat ke RSUD dan Puskesmas
karena sangat terbatas tidak maksimalnya pelayanan.
GAGASAN
LAIN
1. Evaluasi
dan peninjauan kembali pola kerjasama dengan pihak rumah sakit yang menjadi
mitra selama ini. Di daerah lain juga banyak daerah yang mengalami hal yang
sama dimana Pemerintah kotanya harus terus menerus menanggung hutang dan jika
pola seperti ini terus dipertahankan maka kinerja perencanaan dan penganggaran
untuk urusan kesehatan harus dipertanyakan efektivitasnya.
2. Pemerintah
Kota Tangsel harus berani melakukan tindakan pengalihan alokasi anggaran
pembangunan infrastuktur kesehatan menjadi alokasi kepada anggaran guna
peningkatan pelayanan kesehatan atau program jaminan kesehatan.
3. Harus
terpikir dan diciptakan mengubah paradigma masyarakat dan pemerintah kota
Tangsel yang semula memberikan anggaran untuk mengobati menjadi suatu tindakan
preventif misalnya program sosialisasi Puskesmas dimana masyarakat harus
melakukan deteksi dini penyakit dengan mendatangi Puskesmas dan dalam jangka
panjang harus dipikirkan juga ada alat pendeteksi dini kesehatan bagi
masyarakat agar kalau masyarakat sakit dia bisa menangani dan membeli obat
sendiri berdasarkan hasil diagnosa yang dilakukan di Puskesmas misalnya.
4. Perlunya
pelayanan kesehatan yang berlaku tidak selektif bagi seluruh masyarakat Tangsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar