SELAMAT BERTUGAS MANAJER PERTAMA
KOTA TANGERANG SELATAN
Resmi sudah Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie memimpin Kota Tangsel. Setelah keduanya dilantik Gubernur Banten, Rt Atut Chosiyah di Auditorium Universitas Terbuka, Pamulang tanggal 20 April 2011. Pelantikan itu sempat diwarnai oleh aksi demonstrasi oleh belasan mahasiswa. Mereka meminta walikota definitif membenahi Kota Tangsel dengan nyata karena dianggap selama ini tidak ada bukti konkret pembangunan yang dirasakan masyarakat. Walikota terpilih Airin yang didampingi wakilnya mengatakan selama menjabat akan memfokuskan membenahi berbagai bidang di kota otonom baru tersebut. ”100 hari ke depan akan ada pembenahan berbagai bidang,” terang adik ipar Gubernur Banten itu.
Jawaban atas berbagai persoalan yang timbul di Tangsel tentu tidak serta merta selesai dengan terpilihnya walikota baru. Perlu adanya perubahan orientasi dari fungsi dan peran walikota dari yang tadinya memiliki jabatan fungsional dan hirarkis dan mungkin juga politis kemudian jika harus mengurusi pembangunan kota maka dia harus bertindak sebagai seorang manager kota karena apapun wujudnya struktur, bentuk dan wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesian konflik dari upaya memanage konflik perkotaan yang selalu terjadi dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya.
Manajer kota perlu pemahaman terhadap interaksi yang terjadi antar pelaku pembangunan perkotaan dan kajian yang mendalam terhadap alternatif pemecahan masalah perkotaan sekaligus upaya pencapaian tujuan dan sasaran kota yang ideal. Jika kita ketahui visi dan misi Kota Tangsel Cerdas, Modern dan Religius pertanyaannya adalah upaya manajemen seperti apa yang harus dilakukan agar setidaknya dapat dijawantahkan dalam pelaksanaan pembangunan Kota Tangsel mewujudkan hal itu dan yang paling penting adalah apakah hal itu dapat menjawab persoalan-persoalan yang aktual terjadi di Tangsel ? Oleh karena itu guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan perkotaan yang menyejahterakan dan membahagiakan warganya itu diperlukan pula manajemen perkotaan yang handal. percuma saja dibuat suatu rencana kota yang baik apabila tidak didukung oleh manajemen perkotaan dengan pengelola yang professional.
PERAN MANAJER PERKOTAAN
Kota merupakan arena pergaulan antar berbagai kepentingan. Konflik dan ketidakpastian akan selalu muncul tanpa bisa dihindari. Misalnya konflik antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan, antara pembangunan fisik dengan pelestarian lingkungan, antara sektor formal dengan sektor informal, antara kebijakan pusat dengan harapan dan kepentingan daerah, dan sebagainya. Daftarnya bisa sangat panjang, oleh karena itu manajemen perkotaan yang mutakhir tidak lagi terpasung pada manajemen perubahan atau manajemen pertumbuhan akan tetapi lebih cenderung bertumpu kepada manajemen konflik. Para perencana dan pengelola pembangunan kota pun bergeser tidak sekedar merumuskan rencana masa depan kota secara fisik dan keruangan yang serba deterministik, rasional, fungsional melainkan merambah pada aspek perangkat hukum, administrasi dan kelembagaan, mekanisme pasar, peran swasta dan pelibatan masyarakat. Terjungkir baliknya rencana kota sebagaimana dikisahkan di atas tak pelak lagi merupakan akibat saja dari pandangan perencanaan kota yang terlalu terfokus pada rencana cetak biru, sehingga kurang tanggap terhdap pesatnya perubahan dan pertumbuhan kota serta kian merebaknya arena rona konflik di dalamnya. Pengaturan kewenangan serta kelembagaan yang jelas dan transparan dan bila didukung oleh aparat yang kian terampil dengan tingkat profesionalisme yang tinggi sudah sangat mendesak untuk disiapkan.
BEBERAPA ISSUE POKOK MANAGEMEN KOTA TANGERANG SELATAN DAN IMPLIKASINYA
Berbagai issue pokok yang dapat diidentifikasikan dalam kaitannya dengan Managemen Tata Ruang dan Pengelolaan Wilayah dan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut :
1. Keterpaduan Perencanaan Kota
Kota Tangerang Selatan yang memang bagian ke-tiga dari Wilayah Tangerang setelah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang memang harus menyesuaikan dan terpadu dengan wilayah sekitarnya apalagi sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta memang harus selalu sigap dan dinamis mengantisipasi segala perubahan yang terjadi di Ibukota Jakarta. Dari segi perencanaan baik dalam arah vertikal (sesuai dengan hirarki perencanaan mulai dari skala nasional, daerah sampai perencanaan lokal), maupun dalam arah horizontal (antar instansi yang berbeda antar sektor), dan juga secara diagonal yaitu antara perencanaan sektoral dengan perencanaan daerah/wilayah.
2. Orientasi Perencanaan Pembangunan
Secara fisik Kota Tangerang Selatan harus menyeimbangkan dengan kondisi fisik pertumbuhan dan perkembangan Kota Jakarta namun yang harus diperhatikan bahwa seringkali orientasi perencanaan tata ruang yang selalu dititik beratkan pada aspek fisik (physical oriented), kurang memperhatikan aspek sosial budaya atau perencanaan komunitas dan ketersediaan sumberdaya. Motivasi perencanaanya lebih ditekankan pada pencapaian tujuan jangka panjang, kurang mengungkapkan upaya penggalian dan pemecahan masalah aktual dalam pembangunan daerah.
Persoalan aktual yang telah teridentifikasi krusial dan butuh penyelesaian secepatnya di Kota Tangerang Selatan antara lain persoalan persampahan, kemacetan, banjir, infrastruktur, pelayanan publik, konservasi daerah resapan serta ruang terbuka hijau.
3. Kerjasama Kemitraan antara pemerintah dan pihak swasta
Warna pembangunan di Kota Tangerang Selatan lebih banyak didominasi oleh pengembang perumahan bahkan tidak berlebihan jika pengembang perumahan ini lebih cenderung disebut sebagai pihak swasta yang agresif. Apakah masterplan yang masing-masing mereka buat nantinya terakomodasi dalam Grand Desain perencanaan Kota Tangerang Selatan (RTRW Kota Tangerang Selatan) atau malah sebaliknya RTRW Kota Tangerang Selatan didominasi oleh masterplan pengembang pertanyaan yang tidak dapat dianggap enteng tentunya. Jika kerjasama pemerintah dan swasta tidak terjalin dalam suatu kegiatan yang terpadu dan terjadi konflik akibat ketidaksesuaian antara rencana dan program pemerintah dengan rencana dan program pihak swasta akibatnya masyarakat luas yang menjadi korban hal ini harus diwaspadai jangan sampai terjadi.
4. Partisipasi Masyarakat atau Mobilisasi Masyarakat
Setiap tahun selalu ada yang namanya Musrenbang namun sejauh manakah efektif dari hasil Musrenbang itu menjiwai program pembangunan dan masuk dalam RAPBD ? Musrenbang adalah Inisatif dari pihak pemerintah lalu apakah pola seperti ini sudah cukup tepat untuk memberikan saluran kepada masyarakat untuk mengeluarkan pendapat dan usulan ? tentu bukanlah hal yang mudah menilainya karena banyak faktor yang mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung. Akhirnya arah pertemuan dan hasil yang akan didapatkan menjadi melenceng jauh dari yang diharapkan. Disini acara Musrenbang hanya menjadi suatu ritual menggugurkan kewajiban saja yang sifatnya formalitas. Lagi-lagi usulan dari atas yang malah mendominasi. Dari gambaran diatas muncul satu kata kunci yaitu bagaimana caranya agar aspirasi, saran dan tanggapan masyarakat dapat disampaikan dengan baik karena kecil kemungkinan dibatalkannya suatu usulan dari masyarakat yang mempunyai legitimasi kuat satu hal penting lainnya adalah bagaimana harus terus mengawal usulan hingga benar-benar dilaksanakan di lapangan.
5. Saling Ketergantungan Antar Pusat Kegiatan
Issue pokok yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai saling ketergantungan antar pusat kegiatan, termasuk juga antara kota dengan desa dan antara pusat dengan pinggiran atau daerah terbelakang. Penguatan harus terus dikembangkan agar terjalin suatu pertumbuhan yang saling menguatkan jadi tidak ada ekploitasi daerah belakang (hinterland) begitu juga dengan zona-zona pengembangan dan pusat-pusat kegiatan sama-sama dikuatkan dan diuntungkan. Diharapkan adanya suatu keseimbangan yang harmonis dengan karakter dan kekhasan masing-masing pusat kegiatan di Kota Tangerang Selatan.
6. Keterkaitan Transportasi dan Infrastruktur
Pola pembangunan daerah yang terencana dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan (land use) kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan instalasi air kotor dan sebagainya. Tanpa dukungan jaringan transportasi dan infrastruktur seperti ini, kondisi lingkungan di Tangerang Selatan menjadi semakin menurun kualitasnya. Hal ini terlihat antara lain dalam bentuk kemacetan lalu lintas, kekurangan air bersih, dan banjir di musim hujan.
7. Pertarungan Perolehan lahan
Lahan sebagai komoditas ekonomi versus lahan sebagai benda sosial menjadi begitu penting pembahasannya mengingat bahwa pembangunan daerah membutuhkan lahan sedangkan tuntutan akan kebutuhan lahan dari berbagai agen pembangunan semakin meningkat, tak bisa dihindari timbulnya pertarungan perolehan lahan. Pihak swasta, pemerintah pusat dan daerah, maupun masyarakat sendiri seolah saling berkompetisi satu sama lain dalam mencari dan memperoleh lahan yang dibutuhkannya. Hal itu terbukti dari banyaknya pembangunan perumahan di Kota Tangsel tentunya muncul berbagai hal masalah sosial antara lain marginalisasi (peminggiran) terutama pihak yg tidak mempunyai sumber daya / uang serta munculnya cerita pemiskinan versus cerita pembangunan kawasan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar