Ringkasan Dari buku Menari Di Antara Sawah Dan
(Karangan Imam Setyobudi, Magelang, Indonesiatera 2001).
Kota Yogya sebagai magnet bagi daerah sekitarnya.
Petani di DI yogyakarta dalam jumlah terbatas secara umum memiliki cara bercocok tanam di lahan sawah yang memiliki pengairan teknis sebagai teknologi utama dan dianggap juga sebagai dasar utama kehidupan mereka. Tipe petani-petani jawa ini adalah masyarakat sedentary (menetap dan tidak mau berpindah-pindah). Selain itu mereka juga masih memiliki keterikatan yang kuat pada nilai-nilai dan ikatan tradisional terutama yang berkaitan dengan tanah. Tapi realitasnya ternyata petani harus berbenturan dengan kenyataan di luar yang mendorong menjauhkan petani dengan tanahnya sebagai basis produksi.
Implikasinya, penduduk petani yang berada di daerah pinggiran, di kawasan pengembangan perkotaan melakukan urbanisasi dalam artian pasif. Dia tidak beranjak. Dia menghadapi suatu perubahan lingkungan, tidak saja dari adanya lahan-lahan sawah yang beralih fungsi tapi juga beralih kepemilikan ke tangan orang
Dampak pembangunan atau pemekaran
Karakteristik tanah di
Yogyakarta yang sekarang ini merupakan arena “pertempuran” , ada nilai-nilai pluralitas yang saling bertempur di
Kawasan mana yang menjadi milik petani ? bahwa gerak aktivitas mereka tidak jauh-jauh melampaui batas wilayah kecamatan. Pergi ke
Pada dasarnya, sulit mencari petani yang menjadi petani, jika bukan karena faktor orang tuanya adalah petani juga. Kebanyakan mereka menemukan dunia sebagaimana dunia petani setelah melakukan aktivitas-aktivitas kepertanian semenjak kecil, lewat memperhatikan atau sengaja sedang membantu orangtuanya.
Dinas pertanian DI Yogyakarta mengartikan bahwa “ seseorang yang memiliki satu pohon buah pun dapat dikatakan sebagai petani”. Inilah sisi pengaruh dari perkembangan tata ruang
Terjadinya konstruksi sosial, para petani sadar bahwa lahannya menjadi incaran developer, maka pada suatu ketika mereka tidak akan mampu mempertahankan kepemilikan atas lahannya. Kadang mereka yang kebetulan masih punya sepetak sawah, mempertahankan sawahnya dengan harga jual mahal. Selain mereka juga jengah melihat calo-calo developer. Mereka merasa bahwa dirinya masih mempertahankan naluri sebagai petani, mempertahankan ikatan emosi dengan leluhurnya.
Adapun tujuan bertani, tidak lain mendambakan kehidupan yang tenteram dan adem ayem. Kunci kata tersebut teletak pada prinsip hidup yang tidak berpikir terlalu menuntut berlebihan terhadap kemampuan daya hidup yang ada. Semua ditekuni dan dipecahkan sejauh kemampuan daya hidup yang dimiliki dan tidak mengejar nafsu semata. Bahkan dalam suasana kontemporer sekalipun, hidup sebagai petani adalah nikmat sekali.Meskipun sawah yang ada dari waktu ke waktu semakin menyempit, tetap tidak mempengaruhi keadaan pribadi mereka. Kehidupan petani akan ditekuni hingga suatu saat nanti tidak memungkinkan akibat sudah tidak dapat ditemukannya sawah di Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah mencari lahan sawah di luar Kota Yogyakarta.
Pekerjaan tani yang terfokus pada lahan, membawakan sifat pekerjaan yang merupakan pekerjaan komunal.
Sedangkan jenis-jenis pekerjaan di kota yang lebih mengandalkan pada bidang keahlian tinggi, tingkat pendidikan formal, karir, kesuksesan, profesionalitas tinggi, dan lebih mengandalkan pada kemampuan individual dalam menangani suatu bidang pekerjaan, menjadikan sifat ambisius sebuah pekerjaan di kota sangat menonjol. Tidak peduli bagaimana seseorang akan mencapainya. Ikatan-ikatan komunal bukan lagi menjadi dasar penilaian, tapi tingkat kemampuan individual dalam menangani suatu jenis pekerjaan.
Pada dasarnya, dengan meminjam kerangka pemikiran Anderson (imagined Communities 1990) tentang komunitas yang diangan-angankan, maka
(Muhlisinn 2006)