ISU MANAGEMEN KOTA
TANGERANG SELATAN
Berbagai
issue pokok yang dapat diidentifikasikan dalam kaitannya dengan Managemen Tata
Ruang dan Pengelolaan Wilayah dan Kota Tangerang Selatan ::
1. Keterpaduan Perencanaan
Kota Tangerang Selatan yang memang bagian
ke-tiga dari Wilayah Tangerang setelah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang
memang harus menyesuaikan dan terpadu dengan wilayah sekitarnya apalagi sebagai
wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta memang harus selalu sigap
dan dinamis mengantisipasi segala perubahan yang terjadi di Ibukota Jakarta.
Dari segi perencanaan baik dalam arah vertikal (sesuai dengan hirarki
perencanaan mulai dari skala nasional, daerah sampai perencanaan lokal), maupun
dalam arah horizontal (antar instansi yang berbeda antar sektor), dan juga
secara diagonal yaitu antara perencanaan sektoral dengan perencanaan
daerah/wilayah.
2. Orientasi Perencanaan
Secara fisik Kota Tangerang Selatan harus
menyeimbangkan dengan kondisi fisik
pertumbuhan dan perkembangan Kota Jakarta namun yang harus diperhatikan
bahwa seringkali orientasi perencanaan tata ruang yang selalu dititik beratkan
pada aspek fisik (physical oriented),
kurang memperhatikan aspek sosial budaya atau perencanaan komunitas dan
ketersediaan sumberdaya. Motivasi perencanaanya lebih ditekankan pada
pencapaian tujuan jangka panjang, kurang mengungkapkan upaya penggalian dan
pemecahan masalah aktual dalam pembangunan daerah.
Persoalan aktual yang telah teridentifikasi
krusial dan butuh penyelesaian secepatnya di Kota Tangerang Selatan antara lain
persoalan persampahan, kemacetan, banjir, infrastruktur, pelayanan publik, konservasi
daerah resapan serta ruang terbuka hijau.
3. Kerjasama Kemitraan
Warna pembangunan di Kota Tangerang
Selatan lebih banyak didominasi oleh pengembang perumahan bahkan tidak
berlebihan jika pengembang perumahan ini lebih cenderung disebut sebagai pihak
swasta yang agresif. Apakah masterplan yang masing-masing mereka buat nantinya
terakomodasi dalam Grand Desain perencanaan Kota Tangerang Selatan (RTRW Kota
Tangerang Selatan) atau malah sebaliknya RTRW Kota Tangerang Selatan didominasi
oleh masterplan pengembang pertanyaan yang tidak dapat dianggap enteng tentunya.
Jika kerjasama pemerintah dan swasta tidak terjalin dalam suatu kegiatan yang
terpadu dan terjadi konflik akibat ketidaksesuaian antara rencana dan program
pemerintah dengan rencana dan program pihak swasta akibatnya masyarakat luas
yang menjadi korban hal ini harus diwaspadai jangan sampai terjadi.
4. Partisipasi Masyarakat atau Mobilisasi
Setiap tahun selalu ada yang namanya
Musrenbang namun sejauh manakah efektif dari hasil Musrenbang itu menjiwai
program pembangunan dan masuk dalam RAPBD ? Musrenbang adalah Inisatif dari
pihak pemerintah lalu apakah pola seperti ini sudah cukup tepat untuk
memberikan saluran kepada masyarakat untuk mengeluarkan pendapat dan usulan ?
tentu bukanlah hal yang mudah menilainya karena banyak faktor yang mempengaruhi
baik langsung maupun tidak langsung. Akhirnya arah pertemuan dan hasil yang
akan didapatkan menjadi melenceng jauh dari yang diharapkan. Disini acara
Musrenbang hanya menjadi suatu ritual menggugurkan kewajiban saja yang sifatnya
formalitas. Lagi-lagi usulan dari atas yang malah mendominasi. Dari gambaran
diatas muncul satu kata kunci yaitu bagaimana caranya agar aspirasi, saran dan
tanggapan masyarakat dapat disampaikan dengan baik karena kecil kemungkinan
dibatalkannya suatu usulan dari masyarakat yang mempunyai legitimasi kuat satu
hal penting lainnya adalah bagaimana harus terus mengawal usulan hingga
benar-benar dilaksanakan di lapangan.
5. Ketergantungan
Issue pokok yang tidak kalah
pentingnya adalah mengenai saling ketergantungan antar pusat kegiatan, termasuk
juga antara kota dengan desa dan antara pusat dengan pinggiran atau daerah
terbelakang. Penguatan harus terus dikembangkan agar terjalin suatu pertumbuhan
yang saling menguatkan jadi tidak ada ekploitasi daerah belakang (hinterland) begitu juga dengan zona-zona
pengembangan dan pusat-pusat kegiatan sama-sama dikuatkan dan diuntungkan.
Diharapkan adanya suatu keseimbangan yang harmonis dengan karakter dan kekhasan
masing-masing pusat kegiatan di Kota Tangerang Selatan.
6. Keterkaitan Transportasi dan infrastruktur
Pola pembangunan daerah yang terencana
dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan jaringan transportasi dan
infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan (land use) kurang dipertautkan dengan
rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan instalasi air kotor
dan sebagainya. Tanpa dukungan jaringan transportasi dan infrastruktur seperti
ini, kondisi lingkungan di Tangerang Selatan menjadi semakin menurun
kualitasnya. Hal ini terlihat antara lain dalam bentuk kemacetan lalu lintas,
kekurangan air bersih, dan banjir di musim hujan.
7. Pertarungan
Lahan sebagai komoditas ekonomi versus
lahan sebagai benda sosial menjadi begitu penting pembahasannya mengingat bahwa
pembangunan daerah membutuhkan lahan sedangkan tuntutan akan kebutuhan lahan
dari berbagai agen pembangunan semakin meningkat, tak bisa dihindari timbulnya
pertarungan perolehan lahan. Pihak swasta, pemerintah pusat dan daerah, maupun
masyarakat sendiri seolah saling berkompetisi
satu sama lain dalam mencari dan memperoleh lahan yang dibutuhkannya. Hal
itu terbukti dari banyaknya pembangunan perumahan di Kota Tangsel tentunya
muncul berbagai hal masalah sosial antara
lain marginalisasi (peminggiran) terutama pihak yg tidak mempunyai sumber daya
/ uang serta munculnya cerita pemiskinan versus cerita pembangunan kawasan
baru.