Rabu, 16 Oktober 2013

Mengagas Konsep Pengembangan Lapangan Cilenggang Kota Tangerang Selatan



Latar belakang
Apa yang disebut sebagai ruang publik (public space) tempat warga melakukan kontak sosial, pada lingkungan masyarakat tradisional selalu tersedia dalam berbagai aras. Mulai dari pekarangan komunal, lapangan desa, lapangan di lingkungan rukun tetangga, sampai ke alun-alun yang berskala kota. Beraneka ragam ruang publik, baik yang skala RT, RW, desa maupun kota, terbuka maupun tertutup itu dipertahankan terus menerus dari waktu ke waktu oleh segenap warga. Rasa memiliki mereka sangat kuat, tak ada yang berani mencaplok atau menggusur untuk kepentingan siapapun.
Namun apa yang kita lihat sekarang di lingkungan sekitar kita sungguh sangat merisaukan. Misalnya lingkungan perumahan baru selalu saja dipadati dengan bangunan, tidak selalu memperhatikan perlunya ruang publik sebagai kontak sosial. Taman-taman yang sudah ada malah kemudian dikapling untuk bangunan, baik dalam wujud rumah, kantor atau warung. Bahkan alaun-alun pun disulap menjadi kompleks pertokoan. Anak-anak sekolah sekarang tidak bisa lagi menikmati sedikit kemewahan memiliki olah raga. Ironisnya yang muncul adalah lapangan golf yang kebanyakan pemainnya justru orang-orang dewasa. Padahal tidak ada satu pun orang Indonesia yang berprestasi mengesankan dalam kancah internasional di bidang olahraga ini.
Potensi dan Permasalahan
Untuk wilayah Kota Tangerang Selatan ada beberapa lapangan umum yang biasa dipergunakan yang tersebar di beberapa tempat pada hampir semua kecamatan namun yang lebih sering dipergunakan untuk acara yang digelar oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah Lapangan Cilenggang karena lokasinya yang mudah diakses dekat dengan jalan raya dan cukup terbuka.

Namun dibalik potensi yang ada tersebut diatas terdapat juga beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan antara lain adalah :
·         Pembangunan gedung atau berdirinya bangunan di sekitar lapangan Cilenggang yang makin padat.
·         Lapangan Cilenggang sebagai salah satu ruang terbuka hijau yang jika tidak dipertahankan akan semakin tersisih.
·         Tidak menjadi sebuah salah satu icon Ruang Terbuka Kota Tangerang Selatan yang penting padahal seringkali dipergunakan untuk acara-acara besar pemerintahan dan umum.
·         Lapangan Cilenggang Belum didukung oleh fasilitas umum yang memadai seperti WC, kamar ganti, gudang, lampu taman, peribadatan, parkir, kantin/warung tenda dsb sehingga terkesan tidak terurus, tanpa perawatan dan kotor.


Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari kegiatan revitalisasi Lapangan Cilenggang ini adalah untuk :
1. Mengidentifikasi akan pentingnya isu ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.
2. Memberi arahan dalam revitalisasi Lapangan Cilenggang dengan memberikan sentuhan rehabilitasi dan pembangunan fasilitas pendukung lainnya agar faktor-faktor pemenuhan sebagai ruang terbuka hijau akan memberikan amenitas, atraksi dan akses yang cukup baik.
3. Menyusun konsep revitalisasi Lapangan Cilenggang agar menjadi menjadi sebuah salah satu icon Ruang Terbuka Kota Tangerang Selatan.

Adapun sasaran yang ingin dicapai antara lain :
  • Teridentifikasinya potensi dan masalah revitalisasi Lapangan Cilenggang sebagai bahan analisa guna menyusun pendekatan perencanaan revitalisasi Lapangan Cilenggang yang sesuai karakter lokal.
  • Memberikan arah revitalisasi Lapangan Cilenggang yang nantinya disusun berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian ruang publik serta kondisi sosial kemasyarakatan yang berkembang saat ini, maka diharapkan tercipta kesamaan persepsi dan cara pandang pihak-pihak terkait sehingga tercipta kondisi saling mendukung (sinergis) dalam program dan kegiatan khususnya untuk mendukung konservasi ruang terbuka hijau (RTH) Kota Tangerang Selatan.
·      Masyarakat lokal dapat ikut menjaga, memelihara dan menikmati adanya Lapangan Cilenggang, dengan cara ini secara tidak langsung masyarakat ikut berpartisipasi menjaga suasana keamanan dan kenyamanannya.


Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan untuk revitalisasi Lapangan Cilenggang ini adalah berupa penyusunan substansi yang nantinya harus diungkapkan dan direpresentasikan dalam suatu bentuk konsep dan dokumentasi yang cukup dapat memberikan kondisi yang sesungguhnya terjadi di lapangan serta bagaimana upaya penanganannya.

Oleh karena itu substansi paling tidak harus berisikan antara lain :
n  Kunjungan/intensitas penggunaan lapangan.
n  Kondisi umum fisik lapangan (fasilitas dsb)
n  Kondisi lingkungan sekitar dan aksesibilitas lokasi.
n  Pengembangan kelembagaan (manajemen dan regulasi)
n  Pengembangan investasi

Output   
Adapun keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain adalah :

Terwujudnya suatu konsep revitalisasi Lapangan Cilenggang dengan memperhatikan potensi dan masalah yang terjadi.

 Konsep Pengembangan
·         Pertimbangan dasar
Lokasi lapangan Cilenggang yang memang sudah ada sejak dahulu namun hingga kini belum banyak sentuhan pengembangan dan pembangunan yang cukup berarti sementara intensitas penggunaan semakin tinggi hal ini tentunya akan membuat suatu permintaan akan daya dukung lapangan Cilenggang sebagai ruang terbuka untuk lebih memuaskan dan memberikan kenyamanan saat dipergunakan.
Oleh karena itu perlu penempatan dan fungsi fasilitas yang maksimal guna melayani kebutuhan itu dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi Lapangan Cilenggang sebagai sebuah ruang terbuka hijau. Selain itu penggunaan Lapangan Cilenggang yang selalu dipergunakan oleh banyak orang tentunya harus ada manajemen yang jelas mengenai penggunaan, perawatan dan pemeliharaannya.

·         Prioritas pembangunan dan penempatan elemen
Lapangan Hijau sebagai inti elemen pada lokasi menjadi unsur utama yang lebih dahulu dibenahi dan dipersiapkan sebelum elemen lainnya dibuat. Posisi kedua diikuti Jogging track di sekeliling lapangan yang dibuat mengitari lapangan hijau. Posisi ketiga adalah pembangunan tribun pada satu sisi lapangan. Terakhir adalah adalah penempatan elemen lainnya pada posisi pojok lapangan hijau yang dapat berupa wall climbing, lapangan basket, musholla, ruang olahraga lari jarak pendek /sprin, kantin, hot spot area dll.

·         Pengelolaan
Pengelolaan dilakukan oleh suatu badan yang ditunjuk dan bertanggungjawab penuh mengelola Lapangan Cilenggang. Badan pengelola mendapat alokasi anggaran pengelolaan (biaya pemeliharaan dan perawatan) setiap tahunnya.








Mengagas raperda inisiatif Jaminan Kesehatan Masyarakat Tangerang Selatan (JKMTS)



HASIL WAWANCARA DENGAN ANGGOTA LEGISLATIF 2012
1.   TB RAHMATULLAH (Anggota Komisi B DPRD dari Fraksi-AIR)
EVALUASI PROGRAM YANG SUDAH ADA
Banyak masyarakat yang tidak tercover oleh Jamkesmas, Jampersal dan Jamkesda  karena terbentur masalah persyaratan, semisal dari domisili yang bersangkutan bukan warga Tangsel tetapi warga ber-KTP di luar Tangsel dan tinggal di Tangsel biasanya mereka adalah para penduduk urban yang secara ekonomi termasuk golongan masyarakat yang tidak mampu. Hingga saat ini diketahui pemegang kartu Jamkesda berasal dari kelompok kepentingan tertentu atau diusulkan oleh tokoh masyarakat dan aparat pada level terendah yaitu ketua RT atau RW dan kader Posyandu yang dahulu digiring untuk kepentingan politis guna meraih dukungan suara pada Pilkada KotaTangerang Selatan singkatnya diberikan kartu Jamkesda asal nantinya memilih calon tertentu. Hal ini tentu saja bias penentuannya karena dipergunakan sistem selektif politik padahal urusan kesehatan adalah urusan wajib pemerintah kota Tangerang Selatan dan seharusnya seluruh warga Tangsel tidak peduli dukungan politiknya berbeda , kaya atau miskin harus dapat Jaminan Kesehatan karena kondisi sakit bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Dapat disimpulkan pemilihan peserta Jamkesda di Kota Tangsel selama ini tidak tepat sasaran. Oleh karenanya perlu ada langkah-langkah terobosan.
HAMBATAN / MASALAH DILAPANGAN
Masyarakat yang apatis terhadap tertib administrasi kependudukan menjadi salah satu masalah pemerintah Kota Tangsel dalam pelaksanaan Jamkesda untuk masyarakat, selain itu kurangnya kesadaran masyarakat serta tidak paham prosedur dan mekanisme yang berlaku juga membuat permasalahan sendiri bagi pemerintah kota Tangsel. Dari sudut pandang pendapat masyarakat mereka menganggap pemerintah tidak melakukan sosialisasi yang baik sehingga masyarakat tidak paham bagaimana mengurus administrasi kesehatan  padahal  masyarakatpun tidak tertib administrasi seperti mempunyai KTP Tangsel tetapi sudah tidak berlaku lagi, lambat memberikan data hingga tidak terdaftar dsb.
Dari sudut pemerintah, hambatan yang ditemukan antara lain bahwa masyarakat Tangsel memiliki pola yang instan terhadap urusan kesehatan, misalnya mereka mengurus Jamkesda ketika dalam keadaan dibutuhkan atau masyarakat sedang menderita sakit, lalu dengan tergesa-gesa dan terkadang tidak mengikuti peraturan yang berlaku ingin segera memiliki Jamkesda agar mendapat biaya murah dan gratis pada rumah sakit dimana mereka dirawat. Biasanya mereka langsung saja menuju rumah sakit yang diinginkan setelah diterima baru kemudian mereka mengurus administrasi dan persyaratan lainnya yang terkesan menodong pemkot dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Tangsel untuk segera menangani segala sesuatunya dan merepotkan semua pihak. Kadang salah satu anggota DPRD juga diminta rekomendasinya agar permintaan warga yang ingin mendapatkan Jamkesda secara mendadak dapat dilayani maksimal. Pola seperti ini menjadi salah satu penyebab semakin bertambahnya beban hutang Pemkot Tangsel kepada Rumah sakit yang menjadi mitra dalam pelayanan Jamkesda karena terus menerus jumlah pasien Jamkesda bertambah dan tidak sesuai dengan data yang sudah diberikan. Melihat hal ini mau tak mau DPRD Tangsel meminta kepada Pemerintah Kota Tangsel untuk menambah anggaran Jamkesda guna menutupi hutang yang harus ditutupi agar pelayanan Jamkesda kepada masyarakat dapat terus dilakukan. Diketahui untuk tahun 2011 saja pemkot mempunyai hutang sekitar Rp. 8 Miliar sementara alokasi biaya untuk Jamkesda  tahun 2012 hanya Rp. 10 Miliar saja hingga dewan harus nanti meminta tambahan alokasi anggaran pada APBD-P tahun 2012 guna menutupi kebutuhan tersebut. Ini sebenarnya masalah klasik yang terus menerus terjadi. Oleh karenanya perlu adanya kesadaran yang tinggi dari semua pihak agar dikemudian hari tidak menjadi masalah-masalah ini terjadi lagi.

GAGASAN LAIN
Perlunya peningkatan pelayanan serta fasilitas kesehatan  RSUD serta Puskesmas menjadi pekerjaan rumah yang utama bagi pemerintah, hal ini perlu dilakukan untuk peningkatan pelayanan serta menjadi stimulan bagi masyarakat untuk berobat k RSUD dan Puskesmas. Hal ini untuk menekan tingginya angka masyarakat yang berobat ke RS diluar Tangsel seperti RS Fatmawati, RS Cipto mangunkusumo dan RS Harapan Kita. Hal ini terjadi karena fasilitas dan perlengkapan kesehatan yang belum komplit di RSUD Tangsel dan Puskesmas dan selama ini masyarakat menganggap RSUD Tangsel dan semua Puskesmas di Tangsel belum mampu menangani mereka secara maksimal dan image yang ada bahwa di Puskesmas hanya diberikan obat murah dan pelayanan yang asal-asalan serta jarangnya dokter yang mau hadir dan melayani.
Bukan hanya dari sisi peralatan saja tetapi minimnya ruang RSUD untuk kelas 3 menjadi catatan tersendiri. Kalau bisa RSUD tangsel 90%  ruanganya untuk kelas 3 hal ini dilakukan guna melayani masyarakat Tangsel secara maksimal.

2.   Drs. HERY SUMARDI (Ketua Fraksi P-Demokrat DPRD TANGSEL)
EVALUASI TERHADAP PROGRAM YANG SUDAH ADA
Program yang sedang berjalan sangat bernuansa kolusi karena kriteria atau persyaratan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan Jamkesmas dan Jamkesda dilakukan selektif atau dipilih. Dalam hal kebijakan anggaran pemerintah juga dianggap lebih memilih kebijakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur kesehatan dibandingkan dengan peningkatan layanan kesehatan. kebijakan ini disinyalir lebih menguntungkan bagi para pihak penyelenggara pembangunan baik pihak ketiga/investor dan pemerintah dimana dapat terlihat unsur KKN dalam pelaksanaannya.
Selain itu mesti segera dirubah dari paradigma penganggaran pada sektor kesehatan yaitu yang semula pardigma penganggarannya berbasis pada bagaimana mengobati menjadi penganggaran yang preventif atau pencegahan.  Kondisi saat ini infrastuktur sudah cukup memadai rasio pelayanan diketahui hampir untuk tiap dua kelurahan dilayani oleh satu Puskesmas  karena terdapat 25 Puskesmas dengan jumlah kelurahan/desa di Tangsel sebanyak 54 kelurahan.
HAMBATAN / MASALAH DILAPANGAN
Pendataan yang masih lemah menjadi persoalan pemerintah untuk melayani semua masyarakat untuk mendapatkan Jamkesmas dan Jamkesda. Oleh karenya perlu ada teroboasan baru agar tidak lagi berbasis pada masalah atau pengklasifikasian pada masyarakat kaya dan miskin saja. Ujung tombak pendataan harus memberikan data yang valid agar nantinya alokasi anggaran untuk kesehatan tidak berdasarkan perhitungan dan asumsi-asumsi yang lemah, berubah-ubah dan tidqak tepat sasaran.
Peningkatan SDM tenaga medis dan tenaga pendukung lainnya disektor kesehatan harus benar-benar qualified agar pelayanan dapat dilakukan maksimal sesuai harapan supaya tindakan baik konsultasi pencegahan penyakit, perawatan serta perawatan dan kesembuhan pasien tercapai . Ini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan efek jera dari masyarakat untuk berobat ke RSUD dan Puskesmas karena sangat terbatas tidak maksimalnya pelayanan.

GAGASAN LAIN
1.    Evaluasi dan peninjauan kembali pola kerjasama dengan pihak rumah sakit yang menjadi mitra selama ini. Di daerah lain juga banyak daerah yang mengalami hal yang sama dimana Pemerintah kotanya harus terus menerus menanggung hutang dan jika pola seperti ini terus dipertahankan maka kinerja perencanaan dan penganggaran untuk urusan kesehatan harus dipertanyakan efektivitasnya.
2.    Pemerintah Kota Tangsel harus berani melakukan tindakan pengalihan alokasi anggaran pembangunan infrastuktur kesehatan menjadi alokasi kepada anggaran guna peningkatan pelayanan kesehatan atau program jaminan kesehatan.
3.    Harus terpikir dan diciptakan mengubah paradigma masyarakat dan pemerintah kota Tangsel yang semula memberikan anggaran untuk mengobati menjadi suatu tindakan preventif misalnya program sosialisasi Puskesmas dimana masyarakat harus melakukan deteksi dini penyakit dengan mendatangi Puskesmas dan dalam jangka panjang harus dipikirkan juga ada alat pendeteksi dini kesehatan bagi masyarakat agar kalau masyarakat sakit dia bisa menangani dan membeli obat sendiri berdasarkan hasil diagnosa yang dilakukan di Puskesmas misalnya.
4.    Perlunya pelayanan kesehatan yang berlaku tidak selektif bagi seluruh masyarakat Tangsel.