Rabu, 14 November 2012

Proyek multiyears besar butuh persetujuan Menkeu
23 Agustus 2010 12:55
JAKARTA: Pemerintah menegaskan pelaksanaan kontrak proyek tahun jamak (multiyears) masih harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan, kecuali untuk proyek mendesak dengan batasan nilai di bawah Rp10 miliar.

Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo menjelaskan proyek-proyek mutiyears yang tidak bisa ditunda biasanya proyek yang pekerjaannya dipengaruhi oleh faktor cuasa, seperti penyaluran subsidi benih. Kemudian proyek mendesak lainnya seperti pelayanan yang harus tersedia sepanjang tahun mulai tanggal 1 Januari, misalnya pelayanan perintis udara/laut, pita cukai, konsumsi di Lembaga Pemasyarakatan, dan sejenisnya.

"Kontrak multiyears harus selalu ada persetujuan dari Kementerian Keuangan. Tetapi, untuk jumlahnya yang relatif tidak besar, itu dimungkinkan untuk kita delegasikan khususnya bagi pos-pos yang memang harus melewati akhir tahun dan merupakan suatu pos untuk pelayanan kepada masyarakat dan tak bisa ditunda-tunda," jelas dia, pekan lalu.

Menurutnya, klausul tersebut terdapat dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang telah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 Agustus guna menggantikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80/2003.

Agus Rahardjo, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), pernah menjelaskan untuk kontrak proyek tahun jamak dengan nilai di bawah Rp10 miliar dikecualikan untuk mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Untuk proyek-proyek multiyears berskala kecil tersebut, wewenang untuk menyetujuinya diserahkan pada Kementerian/Lembaga terkait.

"Asalkan nilai kontrak tidak lebih dari Rp10 Miliar, persetujuan langsung dilakukan oleh pengguna anggaran masing-masing (tidak lagi minta persetujuan Menteri Keuangan)," katanya.

Menurut Agus Rahardjo, Perpres No.54/2010 akan diterapkan pada kontrak pengadaan yang ditawarkan setelah aturan tersebut diteken presiden. "Misalnya kan ada kontrak-kontrak pemerintah yang sudah ditandatangani sebelum ada perpres itu tetap harus diakui juga," paparnya.

Menanggapai hal tersebut, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harray Azhar Azis mengatakan proyek tahun jamak berpotensi terhambat atau berhenti total selama mempersyaratkan persetujuan menteri keuangan dalam pelaksanaannya. Untuk itu, perlu ada tambahan pasal dalam Undang-Undang No.17/2003 tentang Keuangan Negara yang menjamin tidak ada pembatalan dari kontrak tahun jamak pada tahun anggaran berikutnya oleh menteri keuangan.

“Kalau selama ini kan tidak ada jaminan yang pasti (proyek multiyears) bisa terlaksana pada tahun anggaran berikutnya. Untuk UU No.17/2003 harus direvisi dengan menambahkan pasal khusus yang menegaskan, kalau proyek sudah disetujui (pada tahun berjalan) tidak bisa dibatalkan pada tahun berikutnya,” tegas Harry.

Sebelumnya, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/2010 terkait Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Penggadaan Barang dan Jasa Pemerintah disebutkan proyek idealnya selesai dalam satu tahun anggaran, tetapi tertunda hingga tahun anggaran berikutnya, tidak dapat diusulkan untuk mendapatkan persetujuan kontrak tahun jamak dari Menteri Keuangan.

Ada empat kriteria kontrak tahun jamak yang dipersyaratkan. Pertama, sumber dana pekerjaan berasal dari rupiah murni. Kedua, substansi pekerjaannya merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan satu output. Ketiga, secara teknis pekerjaannya tidak dapat dipecah-pecah. Kempat, waktu pelaksanaan kegiatan pokoknya secara teknis memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 12 bulan.


sumber : bisnis indonesia

Tidak ada komentar: