Rabu, 29 Februari 2012

Mengapa Tangsel Macet

MENGAPA TANGSEL MACET ?

Sudah seperti Kota Jakarta begitu orang bilang bila melihat kondisi lalu lintas di Kota Tangerang Selatan. Tidak hanya tiap pagi dan sore saat hari kerja, namun hari libur pun masih macet. Demikian setiap hari sehingga sudah menjadi bagian yang harus dinikmati pengendara terutama pengendara roda empat. Buat yang memakai roda dua masih bisa bebas bergerak pada saat kemacetan terjadi dan masih banyak jalan alternatif yang menjadi pilihan untuk dilalui guna keluar dari titik kemacetan tapi buat yang berada di kendaraan roda empat selamat menikmati kemacetan. Dari keadaan itu jika ditelusuri ternyata ada beberapa faktor penyebab kemacetan secara umum yaitu, :

· Terjadi kecelakaan lalu-lintas sehingga terjadi gangguan kelancaran karena masyarakat yang menonton kejadian kecelakaan atau karena kendaran yang terlibat kecelakaan belum disingkirkan dari jalur lalu lintas,

  • Terjadi banjir atau genangan air dan jalan berlubang sehingga kendaraan memperlambat kendaraan
  • Macet karena ada perbaikan jalan, ada pekerjaan galian kabel dsb
  • Kemacetan karena adanya pusat-pusat kegiatan seperti : pasar, mall, perkantoran, perumahan, pabrik/industri
  • Adanya penyempitan jalan (bottle neck)
  • Adanya persimpangan U turn sehingga kendaraan mengantri untuk berbelok

Beberapa hal negatif akibat terjadinya kemacetan antara lain :

· Kerugian waktu dan kesempatan , karena kecepatan perjalanan yang rendah

  • Pemborosan energi terutama BBM kendaraan
  • Keausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama untuk jarak yang pendek dan penggunaan rem serta kopling yang lebih tinggi,
  • Meningkatkan polusi udara karena pada kecepatan rendah konsumsi energi lebih tinggi, dan mesin tidak beroperasi pada kondisi yang optimal
  • Meningkatkan stress pengguna jalan
  • Mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya

UPAYA NORMATIF PEMECAHAN PERMASALAHAN KEMACETAN

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas yang harus dirumuskan dalam suatu rencana yang komprehensip yang biasanya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

Peningkatan kapasitas

Salah satu langkah yang penting dalam memecahkan kemacetan adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan/prasarana seperti:

  1. Memperlebar jalan, menambah lajur lalu lintas sepanjang hal itu memungkinkan
  2. Merubah sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah
  3. Mengurangi konflik dipersimpangan melalui pembatasan arus tertentu, biasanya yang paling dominan membatasi arus belok kanan
  4. Meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, persimpangan tidak sebidang/flyover

Keberpihakan kepada angkutan umum

Untuk meningkatkan daya dukung jaringan jalan dengan adalah mengoptimalkan kepada angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan antara lain:

  1. Pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum
  2. Pengembangan lajur atau jalur khusus bus ataupun jalan khusus bus yang di Jakarta dikenal sebagai Busway,
  3. Pengembangan kereta api kota, yang dikenal sebagai metro di Perancis, Subway di Amerika, MRT di Singapura
  4. Subsidi langsung seperti yang diterapkan melalui keringanan pajak kendaraan bermotor, bea masuk kepada angkutan umum dsj.

Pembatasan kendaraan pribadi

Langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang lebih ekstrim sebagai berikut:

  1. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu kawasan tertentu seperti yang direncanakan akan diterapkan di Jakarta melalui Electronic Road Pricing (ERP). ERP berhasil dengan sangat sukses di Singapura, London, Stokholm. Bentuk lain dengan penerapan kebijakan parkir yang dapat dilakukan dengan penerapan tarip parkir yang tinggi di kawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya, ataupun pembatasan penyediaan ruang parkir dikawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya,
  2. Pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan biaya pemilikan kendaraan, pajak bahan bakar, pajak kendaraan bermotor, bea masuk yang tinggi.
  3. Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan tertentu, seperti yang diterapkan di Jakarta yang dikenal sebagai kawasan 3 in 1.

ANALISA MACETNYA TANGSEL

Jika melihat uraian teori di atas kemudian kita coba padukan dan analisa dengan kondisi nyata yang terjadi di Tangsel maka dapat diketahui bahwa :

1. Upaya pemecahan melalui peningkatan kapasitas hingga saat ini belum dirasakan cukup berarti. Betapa tidak diketahui Kota Tangerang Selatan yang banyak berdiri perumahan-perumahan ternyata mereka hanya membangun jalan sesuai kebutuhan dan rencana mereka saja, misalnya perumahan yang dilalui jalan raya maka jalannya diperlebar tetapi setelah melewati batas perumahan ternyata kemudian jalan raya itu menyempit kembali (bottle neck), hal ini menjadi salah satu penyumbang kemacetan seperti yang terjadi di depan Pom bensin petronas BSD dan tempat lainnya.

2. Gagalnya pemberlakuan sistem satu arah (SSA) yang hendak diberlakukan di Tangsel di ruas Jl. Raya Padjajaran, Jl. Raya Dewi Sartika, Jl. Raya RE Martadinata,. Jl. Raya Setiabudi hingga Jl. Raya Surya Kencana di mana semua kendaraan harus berputar di perempatan Gaplek, Ciputat karena sejumlah ruas jalan memang belum memadai serta tak memenuhi syarat untuk jalan satu arah.

3. Pelayanan jasa angkutan umum (angkot) di Tangsel belum bisa memberikan rasa nyaman dan aman seperti : terlalu lama ngetem, ngebut untuk rebutan penumpang, rawan tindak kejahatan dsb sehingga moda angkutan umum ini belum menjadi pilihan warga untuk bepergian kecuali mereka yang benar-benar tidak mempunyai kendaraan.

4. Moda transportasi Kereta Api juga belum menjadi pilihan warga padahal untuk kereta Api yang beroperasi di beberapa stasiun KA Tangsel sudah cukup memadai, masalahnya adalah belum tersedianya moda transportasi yang aman cukup nyaman dan aman setelah mereka turun dari kereta api selain itu jalur tujuan KA yang terbatas juga menjadi pertimbangan.

5. Banjir dan genangan air yang terjadi karena sedimentasi saluran air atau tergenangnya jalan karena tidak didukung saluran drainase yang cukup dan terintegrasi dengan baik. Di sepanjang jalan raya Serpong misalnya hampir seluruh saluran di kiri-kanan jalan tertutup lumpur dan sulit membersihkannya karena salurannya ditutup permanen/disemen akhirnya air meluap ke jalan dan mengganggu arus lalu lintas.

6. Banyaknya kendaraan truk yang hilir mudik melewati jalanan Tangsel menjadi salah satu penyebab kemacetan, pasalnya truk yang berjalan lambat karena beban yang berat saat membawa muatannya berakibat melambatnya arus lalu lintas di jalan raya. Dishukominfo Kota Tangsel saat ini sudah memberlakukan larangan beroperasi pada jam-jam tertentu bagi kendaraan jenis truk ini atau seharusnya Tangsel punya jalan by pass, jadi truk-truk besar itu tidak melewati jalan-jalan utama Tangsel namun lewat jalan by pass hal ini cocok sekali apalagi truk itu juga hanya sekedar lewat saja di daerah Tangsel.

7. Pusat-pusat kegiatan seperti mall, perkantoran, pabrik, perkantoran dan perumahan harus mempunyai Amdal lalu lintas yang benar-benar dapat dilaksanakan bahkan kini pihak kepolisian juga sudah mempunyai UU lalu lintas terbaru No 22 tahun 2009 dimana polisi sudah berperan dan berhak mengambil keputusan jika kebijakan pemerintah dalam pemberian ijin pendirian bangunan tidak memperhatikan potensi kemacetan di jalan raya.

8. Kebijakan lain yang sifatnya tidak langsung seperti upaya membatasi jumlah kendaraan dengan menaikkan biaya parkir, membatasi pemilikan kendaraan melalui pajak progresif, pengenaan pajak dan bea masuk yang tinggi atas pemilikan kendaraan serta hal yang berkaitan ternyata tidak berpengaruh banyak terhadap volume kendaraan yang berlalu-lintas di Tangsel.

9. Revitalisasi jalan-jalan alternatif yang menghubungkan wilayah Tangsel dengan wilayah lain harus diperkenalkan eksistensinya, supaya banyak orang tahu bahwa masih ada jalan lain untuk menuju suatu tempat dengan demikian tidak mengandalkan jalan utama yang sudah biasa dipergunakan banyak pengendara, bisa jadi lebih jauh namun tidak terjebak macet tapi dengan syarat jalan tersebut harus dalam keadaan baik dan layak untuk segala jenis kendaraan.

Muhlisin

Kamis, 02 Februari 2012

analisa RAPBD Tangsel 2012

Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah yang disertai dengan pemberian kewenangan pengelolaan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota telah berjalan hampir satu dasawarsa. Penggunaan kewenangan mengelola keuangan daerah, yang sesungguhnya bersumber dari uang masyarakat, seyogyanya mencerminkan kepentingan publik secara luas dan dilaksanakan dengan partisipatif, akuntabel, transparan, dan menjamin kesetaraan.

Permasalahan yang cukup penting dalam pengumpulan pendapatan daerah adalah proses pengumpulan yang tertutup dan kesalahan dalam pengelolaan. Tidak banyak daerah yang mampu mengelola potensi berbagai jenis pendapatan daerah secara maksimal, sehingga mampu secara nyata dan bertahap mewujudkan kemandirian keuangan daerah.

Oleh sebab itu sering muncul pertanyaan pertanyaan berikut: “Mengapa pertumbuhan kelompok Pendapatan Asli Daerah tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan kelompok pendapatan daerah dari Dana Perimbangan dan Lain lain Pendapatan Daerah yang Sah ?”, “Mengapa otonomi daerah justru membuat ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi ?”, “Mengapa dalam setiap perencanaan, proyeksi pendapatan cenderung lebih kecil dari potensi yang sebenarnya ? Pengetahuan tentang tren pendapatan daerah akan membantu dalam memahami potensi dan kinerja pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Hal ini akan berguna untuk mendesain ulang rencana yang berdampak pada perbaikan sistem maupun perilaku aparatur dalam maksimalisasi pendapatan daerah.

Bahasan ini akan memberikan gambaran tentang kontribusi masing-masing jenis pendapatan kepada total pendapatan daerah. Dari proses ini akan mengembangkan pemahaman mengenai seberapa besar potensi dan kinerja berbagai kelompok dan jenis pendapatan daerah.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang Selatan 2011-2016 pada dasarnya menerjemahkan suatu proses pemikiran strategis dan merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih dan yang telah ditetapkan. Perencanaan strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan arah pengembangan daerah dan target yang hendak dicapai dalam lima tahun mendatang, bagaimana mencapainya dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.

Visi dari Kota Tangerang Selatan 2011 -2016 adalah menciptakan kota yang Mandiri, Damai dan Asri, Sedangkan misinya antara lain adalah :

1) Meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat

Dengan menjunjung tinggi nilai keagamaan, norma dan aturan hukum ditujukan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan kententraman masyarakat kota dalam menjalankan aktivitas di berbagai bidang kehidupan.

2) Meningkatkan keharmonisan fungsi ruang kota yang berwawasan lingkungan

Ditujukan untuk menjadi kota hunian dengan fasilitas umum dan sosial yang memadai selaras dan serasi dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian lingkungan

3) Menata sistem sarana dan prasarana dasar perkotaan

Ditujukan untuk pembangunan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur dasar dan fasilitas umum dan sosial sesuai dengan ekosistem kota yang diperlukan

4) Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan masyarakat

Ditujukan untuk peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan didukung oleh manajemen sistem layanan terpadu, kapasitas kelembagaan yang handal dan profesional, serta sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang memadai.

5) Meningkatkan fungsi dan peran kota sebagai sentra perdagangan dan jasa

Ditujukan untuk menciptakan stabilitas dan pemerataan ekonomi didukung oleh investasi dan pengembangan sektor lain yang potensial.

6) Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Ditujukan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih, partisipatif, transparan, akuntabel dan berdedikasi didukung aparatur pemerintah yang kompeten, profesional dan berdedikasi.

Kebijakan Umum Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan

Kebijakan Umum Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012, diprioritaskan untuk :

1. Belanja Tidak langsung (BTL) terutama lebih difokuskan pada Belanja Gaji Pegawai, belanja Operasional dan Pemeliharaan (Belanja yang bersifat mengikat), dan belanja bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa serta Belanja untuk tindakan-tindakan penanganan dini dan tak tersangka lainnya.

2. Belanja Langsung (BL) yang merupakan Belanja Program Pembangunan (yang bersifat tidak mengikat) akan digunakan untuk membiayai prioritas dan program pembangunan dalam tahun 2012 berdasarkan program dan kegiatan pembangunan yang telah dirumuskan. Kegiatan tersebut perlu dirasionalkan berdasarkan :

a. Kewenangan pada tingkat pemerintahan

b. Tupoksi instansi pengusul kegiatan

c. Evaluasi kinerja anggaran pada periode-periode tahun lalu (kegiatan lanjutan/baru, kegiatan-kegiatan sejenis dan bertahap, sharing penganggaran kegiatan dll)

d. Perubahan kebijakan penganggaran yang diperlukan dalam hal penanganan masalah-masalah khusus serta bantuan keuangan lainnya

e. Aspirasi masyarakat yang mendesak untuk ditangani.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi.

Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, dan sebagainya dengan anggaran sebesar Rp.1.485.154.774.301,01.

Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan upaya pengembangan potensi unggulan yang menjadi kekhasan daerah meliputi pertanian dan perdagangan dengan anggaran sebesar Rp. 23.092.265.714,99.

Prioritas dan Plafon Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan

Prioritas dan Plafon Belanja daerah berdasarkan isu strategis yang menjadi permasalahan utama Kota Tangerang Selatan, ditetapkan beberapa prioritas sebagai berikut :

Prioritas 1 : Peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintah daerah

Prioritas 2 : Peningkatan kualitas infrastruktur dasar

Prioritas 3 : Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan

Prioritas 4 : Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Prioritas 5 : Peningkatan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar

Prioritas 6 : Pengembangan program pembangunan berbasis masyarakat

Prioritas 7 : Peningkatan kompetensi tenaga kerja dan peningkatan akses

Terhadap lapangan kerja

Prioritas 8 : Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Prioritas 9 : Ketahanan pangan dan pengembangan pertanian

Prioritas 10: Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

Prioritas belanja dalam penganggaran daerah termasuk kategori perumusan kebijakan anggaran yang disusun berdasarkan Kebijakan Umum Kota Tangerang Selatan. Prumusan prioritas dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian Kebijakan Umum. Penentuan prioritas belanja Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2016.

Berkenaan dengan bahasan tersebut diatas, kami melakukan analisis terhadap :

1. Konsistensi Penetapan Program Prioritas dan Prioritas Belanja; apakah sudah konsisten dengan visi dan misi sebagaimana tertuang dalam RPJMD, kemudian apakah sudah betul-betul menjawab problem daerah sebagaimana disampaikan.

2. Kajian seputar arah kebijakan dalam bidang pendapatan; apakah sudah maksimal digali sebagai sumber pendapatan daerah dengan tidak merugikan masyarakat miskin, atau sebaliknya, maksimal pengalian pada sektor yang berurusan dengan masyarakat miskin sementara yang lainnya diabaikan

3. Belanja daerah, kearah mana belanja daerah dialamatkan? Belanja Tidak Langsung;

apakah alokasi belanja pegawai dominan?, Sementara Belanja Langsung, apakah sudah mengarah untuk menjawab masing-masing program prioritas yang telah ditetapkan dalam KUA secara adil dan merata? Dari mana sumbernya ?

dsb.

1.1 Analisis Kemandirian

Struktur pendapatan RAPBD Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012 sebagaimana umumnya APBD daerah lain yaitu masih tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) walaupun dapat dikatakan sudah cukup baik namun belum cukup signifikan, yaitu Rp 345.914.880.365,00 atau 26% dari total pendapatan. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, PAD sebesar 21 % dari total pendapatan atau diharapkan terjadi peningkatan prosentase kemandirian sebesar 5%. Sedangkan DAU tahun anggaran 2012 sebesar Rp 520.002.767.000,00 atau 35%. Dengan demikin dapat dikatakan bahwa kemandirian keuangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan masih rendah. Dan rencana peningkatan PAD yang tidak terlalu besar dibanding rencana tahun sebelumnya menunjukan perencanaan yang pesimistis. Padahal perbedaan antara besar PAD dengan DAU hanya 9% saja seharusnya PAD bisa saja melampaui DAU jika peningkatan pajak daerah terus intensif dilakukan dan diminimalisirnya kebocoran-kebocoran yang terjadi.

1.2 Kontributor Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pada tahun 2012, PAD dari Pajak Daerah lebih besar (87%) dibanding PAD dari Retribusi Daerah (10%). Dengan demikian penyumbang PAD terbesar adalah para pengusaha. Sedangkan Pajak selain PPJU disumbang oleh para pengusaha hotel, hiburan dan restoran serta reklame yang notabene sebagian besar merupakan pengusaha besar.

Sedangkan retribusi banyak disumbang dari masyarakat yang menggunakan layanan kesehatan pemerintah dan pedagang pasar tradisional yang notabene sebagian besar merupakan pengusaha mikro atau dengan kata lain retribusi banyak disumbang oleh masyarakat kecil. Namun sebaiknya di Kota Tangerang Selatan seharusnya ada penurunan PAD dari pos retribusi daerah atau bahkan dijadikan nol (0%) karena jika dibandingkan dengan tahun 2011 ada kenaikan retribusi daerah sebesar 8,5% yang dibebankan kepada masyarakat.

Jika dibandingkan dengan total belanja APBD Tahun 2011 (Rp 1.257.777.227.485,00) maka total belanja RAPBD Tahun 2012 (Rp 1.508.247.040.016,00) mengalami peningkatan 11%. Tentu hal ini cukup memprihatinkan. Karena rencana peningkatan PAD hanya 5%. Sebagaimana sebuah rumah tangga, dalam merencanakan belanja satu tahun terjadi “besar pasak dari pada tiang”. Kepala keluarga tidak meningkat penghasilannya secara signifikan namun belanja yang ingin dilakukan meningkat tajam. Sehingga keluarga menggantungkan pemberian dari orang lain. Oleh karena itu, belanja tahun 2012 harus benar – benar dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel.

Perbandingan antara prosentase belanja langsung dan tidak langsung terhadap total APBD Tahun 2012 yaitu 66 % untuk belanja langsung dan 34 % untuk belanja tidak langsung.

Dari struktur belanja tidak langsung tampak prosentase terbesar untuk belanja pegawai yaitu 85,5 % terhadap total belanja tidak langsung. Sedangkan sisanya (hanya 14,5 %) dialokasikan untuk bantuan sosial, bantuan keuangan, hibah dan belanja tidak terduga.


Dengan kata lain bahwa APBD tahun 2012 terserap untuk gaji pegawai yaitu 29,4 % dari total APBD (prosentase khusus belanja pegawai dalam BTL) hal ini tentunya harus berkorelasi pada peningkatan pemenuhan pelayanan aparatur pemerintahan daerah.

1.3 Belanja Tiap Urusan

a. Belanja Ekonomi

Berdasarkan data sementara PDRB tahun 2010, sektor-sektor yang mengisi struktur ekonomi Kota Tangerang Selatan diurutkan sebagai berikut :

  1. Sektor Tersier yaitu pengangkutan dan komunikasi, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa, bank dan jasa perusahaan total sebesar 74,10%.
  2. Sektor Sekunder yaitu industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih dan konstruksi sebesar 25,11%.
  3. Sektor primer yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian sebesar 0,80%.

Jika dilihat kecenderungan tahun 2008 hingga tahun 2010, sektor primer mengecil kontribusinya sebesar 0,06% dari 0,99% menjadi 0,93%. Demikian juga dengan sekunder, yaitu mengecil sebesar 0,92% dari 28,47% menjadi 27,55%. Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor tersier yang meningkat kontribusinya sebesar 1,02% dari 70,54% menjadi 71,52%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Kota Tangerang Selatan semakin bergeser ke arah sektor-sektor tersier atau berarti juga semakin bertumpu pada sektor-sektor tersier. Ini berarti bahwa, ekonomi kota tidak bergantung kepada eksploitasi Sumber Daya Alam melainkan lebih bertumpu pada nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan informasi, kapasitas kreatif, organisasi dan koordinasi antara berbagai pihak.

Oleh karena itu pengembangan dan pembenahan infrastruktur pada sektor penyumbang teratas harus terus ditingkatkan dengan menciptakan iklim investasi, pengembangan UMKM dan pariwisata. Pengembangan pariwisata akan menarik datangnya wisatawan domestik maupun mancanegara yang akan memberikan efek domino pada peningkatan omset perdagangan, hotel, maupun rumah makan. Demikian juga dengan sektor-sektor yang lainnya yang masih saling berkaitan harus terus ditingkatkan seperti perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.

Kota Tangerang Selatan jika ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka seharusnya wajah RAPBD 2012 harus menunjukkan penguatan pada sektor utama tersebut, yaitu dengan cara meningkatkan proporsi dan prosentase belanja langsung, namun demikian ternyata perbandingan belanja langsung tiap sector (urusan) RAPBD tahun Anggaran 2012 tidak menggambarkan prioritas pada sektor perdagangan, UKM & Koperasi, kebudayaan dan pariwisata dan penanaman modal.

Prosentase belanja tiap sektor/urusan tersebut terhadap RAPBD masing-masing : UKM & Koperasi 1,22 %; Perdagangan 0,55 %; kebudayaan dan pariwisata sebesar 0,42 % dan yang menempati posisi paling terakhir yaitu Penanaman Modal sebesar 0,40 %. Prosentase tersebut sangat kecil jika dibanding dengan prosentase belanja Kesatuan Bangsa Politik dalam Negeri 1,90 % dan belanja urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Kepegawaian dan Persandian sebesar 18,34 %. Padahal Urusan Kesatuan Bangsa, Politik Dalam Negeri bukan merupakan urusan yang cukup krusial. Artinya pada tahun 2012 tidak ada masalah mendesak yang harus segera diselesaikan. Sehingga seharusnya tidak memerlukan alokasi anggaran yang besar.

Sedangkan urusan UKM dan Koperasi maupun urusan Pariwisata, seperti diuraikan diatas, memerlukan pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Begitu pula urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, administrasi Keuangan, Kepegawaian dan persandian merupakan urusan yang banyak terkait dengan ‘overhead’ atau biaya rutin bagi aparatur dan administrasi pemerintahan. Seharusnya alokasi belanja untuk urusan tersebut tidak terlalu senjang dengan belanja urusan perdagangan dan jasa yang merupakan sektor vital di Kota Tangerang Selatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa wajah umum RAPBD Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2012 tidak menunjukkan kemauan kuat Pemerintah untuk mencapai misi meningkatkan fungsi dan peran kota sebagai sentra perdagangan dan jasa yang ditujukan untuk menciptakan stabilitas dan pemerataan ekonomi didukung oleh investasi dan pengembangan sektor yang potensial.

Selain peningkatan PDRB untuk pertumbuhan ekonomi, hal penting yang menjadi prioritas pembangunan Kota Tangerang Selatan bidang ekonomi adalah penurunan angka pengangguran. Terkait dengan hal tersebut adalah urusan ketenagakerjaan. Dilihat dari perkembangannya dari tahun 2008 dan tahun 2009, terjadi pergeseran andil penyerapan tenaga kerja antar kelompok sektor.

Sektor primer dan sekunder cenderung menurun andilnya dalam menyerap tenaga kerja, sedangkan hal sebaliknya terjadi pada sektor tersier yang semakin meningkat daya serapnya terhadap tenaga kerja. Hal tersebut sejalan dengan semakin membesarnya kontribusi sektor tersier terhadap ekonomi kota yang ditunjukkan dengan dominasinya pada struktur ekonomi.

Dalam hal kontribusi menyerap tenaga kerja, bidang usaha kecil lebih besar kontribusinya dibandingkan Usaha Menengah dan Usaha Besar. Penyerapan Usaha Kecil melebihi 70% jauh di atas Usaha Menengah yang berkisar pada angka 18% dan Usaha besar yang berkisar pada angka 11%. Andil Usaha Kecil (UK) yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, produktivitas UK yang relatif rendah dibandingkan Usaha Menengah dan Usaha Besar serta kecenderungan UK yang mengecil terhadap PDRB menjadi indikasi diperlukannya intervensi Pemerintah Daerah baik berupa regulasi maupun berupa penyediaan dan peningkatan akses terhadap sumber daya modal dan pasar.

b. Belanja Sosial (Pendidikan dan Kesehatan)

Belanja Pendidikan

Belanja tidak langsung urusan pendidikan sebesar Rp.241.567.898.878,98 dan belanja langsung sebesar Rp.160.306.820.106,00 atau 60,11% dan 39,89% terhadap total belanja pendidikan. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa belanja tidak langsung banyak digunakan untuk menggaji tenaga fungsional pendidikan. Dengan demikian berimplikasi pada kecilnya belanja langsung.

Apabila pengalokasian belanja langsung dikategorikan menjadi 5 jenis berdasarkan manfaatnya, maka dapat dilihat bahwa fokus utama pemerintah daerah pada tahun 2012 adalah ingin meningkatkan program wajib belajar pendidikan sembilan tahun melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi yang wajib belajar sembilan tahun. Dari hal ini implikasinya bahwa seharusnya tidak ada lagi anak putus sekolah karena kekurangan biaya pendidikan terutama bagi mereka yang belajar di SD Negeri dan SMP negeri. Tidak ada lagi pungutan biaya-biaya lainnya yang memberatkan peserta didik. Oleh karena itu perlu pengawasan dalam pelaksanaan dana BOSDA ini agar benar-benar dipergunakan sebagaimana mestinya dengan melibatkan semua pihak yang berkaitan.

Namun jangan berharap mendapati bangunan sekolah baru, ruang kelas yang direhab atau adanya perpustakaan baru, WC/Kamar mandi baru di sekolah. Dan jangan berharap dapat merasakan mutu pendidikan yang lebih dibanding tahun–tahun sebelumnya.

Belanja Kesehatan

Belanja tidak langsung urusan kesehatan sebesar Rp 30.887.676.183,18 dan belanja langsung sebesar Rp 174.155.000.955,00 atau 15,06% dan 84,94% terhadap total belanja kesehatan. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa belanja tidak langsung banyak digunakan untuk menggaji tenaga fungsional kesehatan dimana tenaga fungsional kesehatan rasionya terhadap jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan masih kecil dan belum memenuhi standar pelayanan.

Apabila pengalokasian belanja langsung dikategorikan menjadi 12 program berdasarkan manfaatnya, maka dapat dilihat bahwa fokus utama pemerintah daerah pada tahun 2012 adalah ingin meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada kategori manfaat bagi masyarakat seperti program obat dan perbekalan kesehatan, pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit beserta pemeliharaannya, peningkatan sarana dan prasarana Puskesmas namun jangan banyak berharap akan mendapatkan peralatan kesehatan yang mahal dan canggih seperti di rumah sakit bertaraf internasional yang banyak terdapat di Kota Tangerang Selatan.

Sementara untuk program perbaikan gizi masyarakat dan program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular masing-masing hanya 1% dan 2% dari total belanja langsung kesehatan seharusnya mendapat porsi anggaran yang lebih besar karena dengan demikian seharusnya pemberian tambahan makanan dan vitamin dapat diberikan lebih sering lagi. Pemberian makanan tambahan dan vitamin merupakan upaya preventif yang sangat penting karena akan berdampak positif bagi perkembangan balita dan mencegah terjadinya kematian anak karena kurang gizi. Begitu juga pencegahan dan penanggulangan penyakit menular harus terus mendapat porsi anggaran yang lebih besar karena masih banyak wilayah Kota Tangerang Selatan dimana penyakit menular seperti flu burung pernah menjadi wabah yang sewaktu-waktu dapat dikhawatirkan muncul dan mengancam kesehatan masyarakat hingga merenggut nyawa.

Untuk urusan kesehatan ini ternyata juga terdapat kenaikan pendapatan sektor ini dari Rp. 3.792.575.000,00 pada tahun 2011 menjadi Rp. 5.729.115.800,00 pada tahun 2012 atau terjadi kenaikan sebesar 51,06 %. Seharusnya tidak perlu terjadi kenaikan pendapatan pada sektor kesehatan ini, bahkan seharusnya turun atau sama sekali Rp. 0,- karena hal ini bertentangan dengan program dan kegiatan yang telah dijabarkan diatas terutama pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.